Keutamaan dan Keistimewaan Bulan Muharram
Muharram termasuk salah
satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah, selain Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan
Rajab. Dalilnya sudah jelas, sebagaimana dituturkan Allah dalam Al-Quran.
Sungguh
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat Bulan Haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.” (QS At-Taubah/9: 36).
Kendati demikian, bukan berarti bulan-bulan di luar Bulan Haram tidak
mulia. Seperti Ramadhan, jelas
bulan penuh kasih sayang, pengampunan, dan keberkahan. Umat Islam jangan lagi
terjebak kepada pemahaman dangkal, sebagaimana ketika memahami keutamaan surat
atau ayat Al-Quran tertentu. Dipersepsi, misalnya, hanya surat Yasin yang
memiliki keutamaan dahsyat. Muncullah tradisi Yasinan, sementara tidak pernah
ada tradisi Al-Fatihahan, Al-Baqarahan, Ali Imranan, An-Nisaan.
Penting juga dicatat,
sebagian kalangan beranggapan bahwa orang yang paling berjasa dalam menetapkan
kalender Hijriah sebagai identitas penanggalan Islam adalah Umar bin Khattab.
Anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Imam As-Suyuti mengungkapkan fakta lain.
Menurut murid dari ulama kenamaan bermazhab Hanafi, Taqiyuddin As-Subki, itu
ternyata Umar bin Khattab bukan sosok pertama yang menyerukan penggunaan
kalender Hijriah. Ibnu Asakir dan Ibnu Shalah membenarkan pendapat ini.
Berdasarkan riwayat yang
paling kuat, Rasulullah pernah berkirim surat kepada umat Nasrani di Najran.
Dalam surat itu, Rasulullah memerintahkan Ali bin Abu Thalib supaya menuliskan
kalimat, “Surat ini ditulis pada hari kelima sejak hijrah”. Karena itu, menurut
As-Suyuti, ketika Umar bin Khattab hendak menetapkan sistem kalender Islam, dia
mengumpulkan para sahabat dan meminta saran mereka. Peristiwa itu terjadi
ketika pemerintahan Umar bin Khattab berjalan dua setengah tahun. Setelah
mendapatkan masukan, dia lantas memilih pendapat Ali bin Abu Thalib bahwa
acuannya ialah peristiwa hijrah. Dengan kata lain, kalender Hijriah memang baru
digunakan secara resmi di masa Khalifah Umar bin Khattab, tetapi ide dan penetapannya
berasal dari Rasulullah sendiri.
Nama Hijriah jelas
mengacu pada peristiwa hijrah dari Mekah ke Madinah. Ada hikmah besar di balik
peristiwa itu. Kalender Hijriah bukan penanggalan biasa. Lebih dari itu,
kalender yang dimulai dengan Muharram itu merupakan sebuah identitas dan jati
diri umat Islam. Dipilihnya Hijriah sebagai nama kalender Islam, lantaran
peristiwa hijrah itulah tonggak peradaban Islam. Hijrah merupakan torehan
sejarah yang berhasil meletakkan garis tegas antara hak dan batil.
Kenapa Muharram dipilih
sebagai permulaan bulan, padahal hijrah terjadi di bulan Rabiul Awal? Para
ulama lalu mengemukakan alasan, karena pada bulan Muharram jamaah haji pulang
dari Tanah Suci Mekah ke kampung halaman. Dari segi kronologi hijrah, Muharram juga
dinilai sebagai embrio hijrah. Sebab, Rasulullah telah bertekad untuk hijrah
dari Mekah ke Madinah sejak bulan Muharram.
Sangat disayangkan kalau
masih ada kepercayaan berbau takhayul dan khurafat. Umat Islam jangan lagi
memiliki kepercayaan bahwa menikah pada bulan Muharram akan mendatangkan
kesialan, seperti kecelakaan, kematian, dan kerugian lain. Muharram bukan bulan
kesedihan, demikian juga Syawal dan Safar. Mitos kesialan itu jelas
kontraproduktif dengan Al-Quran dan hadits. Menurut riwayat Bukhari, Aisyah
dinikahi Rasulullah pada bulan Syawal, pernikahan Ali bin Abu Thalib dengan
Fatimah juga disinyalir terjadi di bulan Safar.
Seharusnya kita kembali pada panduan Allah dan Rasulullah. Panduan yang
benar dalam memuliakan Muharram adalah dengan berpuasa pada tanggal 10, dikenal
dengan istilah puasa Asyura. Rasulullah
bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan
adalah pada bulan Allah yang mulia, yaitu Muharram. Dan shalat yang paling
utama setelah shalat wajib adalah shalat tahajud.” (HR Muslim).
Asyura merupakan kewajiban puasa pertama dalam Islam. Baru ketika kewajiban
puasa Ramadhan turun, status hukum puasa Asyura berubah menjadi sunah.
Hikmahnya, menghapuskan dosa selama setahun yang telah lewat. Simak hadits
riwayat Aisyah berikut. “Adalah pada hari Asyura, kaum
kafir Quraisy zaman Jahiliah berpuasa. Ketika Rasulullah datang di Madinah,
beliau berpuasa dan memerintahkan (sahabat) supaya berpuasa. Maka ketika Allah
mewajibkan puasa Ramadhan, beliau meninggalkan puasa Asyura, maka barang siapa
berkenan silakan berpuasa, barang siapa meninggalkan juga silakan.” (HR
Bukhari).
Asyura juga diyakini sebagai puasa Nabi Saleh. Pada tanggal 10 Muharram
itu, Nabi Musa selamat dari kejaran tentara Firaun, Nabi Yunus keluar dari
perut ikan, dan Nabi Nuh selamat dari banjir besar. Karena itu, ketika
Rasulullah menyaksikan kaum Yahudi dan Nasrani di Madinah berpuasa pada tanggal
itu, beliau kemudian memerintahkan puasa sejak tanggal 9 Muharram atau populer
dengan istilah puasa Tasu’a. Alasan beliau ketika itu, supaya tradisi puasa
umat Islam tidak menyamai tradisi Yahudi dan Nasrani. Sabda Rasulullah, “Apabila tahun depan, insya Allah kita berpuasa pada tanggal
sembilan.” (HR Muslim).
Tetapi, tidak sampai
mendapati Muharram di tahun depan, Rasulullah sudah meninggal dunia. Karena
itu, puasa tanggal 9 Muharram statusnya sunnah hammiyah alias sunnah yang sudah
dicita-citakan Rasulullah tetapi beliau belum sempat melakukan. Ibnu Qayim
Al-Jauziyah membuat peringkat terkait puasa di bulan Muharram. Menurutnya,
puasa bulan Muharram yang paling utama adalah tanggal 9, 10, 11. Tingkatan di
bawahnya adalah puasa tanggal 9 dan 10. Yang terendah, puasa tanggal 10 saja.
Demikian, semoga kita
semua dapat memuliakan bulan Muharram dengan rangkaian ibadah sesuai tuntunan
Allah dan Rasulullah.