Budaya Organisasi

Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly, et al. (2012: 32) Budaya organisasi adalah apa yang dipersepsikan oleh karyawan dan bagaimana persepsi ini menciptakan pola keyakinan, nilai-nilai, dan ekspektasi (harapan).  Menurut Robbins & Judge (2013: 512) Budaya organisasi mengacu pada sistem persepsi bersama yang diselenggarakan oleh anggota yang membedakan organisasi dari organisasi lain. Sedang Kreitner & Knicki (2010) mengungkapkan budaya organisasi merupakan nilai dan keyakinan yang mendasari identitas organisasi.
Edgar Schein (2012) mendefinisikan budaya sebagai pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik untuk dianggap valid  dan, oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan berperasaan dalam kaitannya dengan masalah yang dihadapinya tersebut.


Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam definisi Gibson, Ivancevich, Donnelly, et al. budaya organisasi didefinisikan sebagai persepsi karyawan yang menciptakan pola keyakinan, nilai-nilai, dan harapan. Sementara Robbins & Judge mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu persepsi bersama yang dimiliki oleh anggota organisasi. Sedang dalam definisi Schein menunjukkan bahwa budaya melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi, dan pembelajaran. Berdasarkan pendapat di atas, penulis mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu persepsi bersama atau asumsi dasar yang dimiliki oleh anggota organisasi yang menciptakan pola keyakinan, nilai-nilai, dan harapan.

Gambar 1. Model Tiga-Lapisan Budaya Organisasi Schein.

Schein (2009) menjelaskan lebih lanjut bahwa budaya organisasi memiliki tiga lapisan, yaitu:
1.  Lapisan I termasuk artefak dan kreasi yang terlihat tetapi sering tidak dapat dipahami. Seperti teknologi, seni, dan pola perilaku yang dapat dilihat dan didengar. Lapisan II adalah nilai-nilai, atau hal-hal yang penting bagi orang-orang. Seperti Nilai kesadaran atau keinginan afektif. Pada lapisan ini memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Nilai-nilai pada lapisan ini dapat diuji dalam lingkungan fisik dan ada yang dapat uji hanya dengan konsensus sosial. Lapisan III adalah asumsi dasar orang yang memandu perilaku mereka. Seperti (1) hubungan dengan lingkungan, (2) sifat dari kenyataan, waktu, dan ruang, (3) hakekat dari sifat manusia, (4) sifat dari aktivitas manusia, dan (5) sifat dari hubungan manusia. Termasuk dalam lapisan ini adalah asumsi yang memberitahu orang bagaimana untuk memahami, memikirkan, dan merasakan tentang pekerjaan, tujuan kinerja, hubungan manusia, dan kinerja rekan-rekan. Pada lapisan ini memiliki karakteristik bawah sadar yang tidak tampak yang dibiarkan.

2.      

Comments

Popular Posts