Kekuasaan
Robbins (2009)
mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kapasitas bahwa A harus mempengaruhi
perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A.
Definisi Robbins menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada
tetapi tidak dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai “kapasitas”
atau “potensi”. Seseorang bisa saja punya kekuasaan tetapi tidak menerapkannya.
Kekuasaan punya fungsi bergantung. Semakin besar ketergantungan B atas A,
semakin besar kekuasaan A dalam hubungan mereka. Ketergantungan, pada
gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada B dan pentingnya
alternatif tersebut bagi B dalam memandang kendali A.
Ramlan Surbakti
(1992) menyebutkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang berkaitan dengan
perilaku. Kekuasaan dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat dalam proses
politik. Dalam kamus ilmu politik terdapat beberapa konsep yang berkaitan
dengan kekuasaan (power), seperti influence (pengaruh), persuasion
(persuasi), force (kekuatan), coercion (kekerasan) dan lain
sebagainya.
Penulis lain
semisal Wagner & Hollenbeck (2010) justru menawarkan definisi kekuasaan
dari para politisi semisal Winston Churchill dan Bill Clinton, yaitu “Kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain dan membujuknya untuk melakukan hal-hal
yang tidak bisa mereka tolak.” Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan
kekuasaan sebagai “Kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain
ataupun untuk melawan pengaruh yang tidak diinginkan.”
Abdulsyani (2007: 136), menyebutkan definisi
kekuasaan menurut beberapa ahli sebagai berikut:
a.
Max Weber,
kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam
suatu hubungan social yang ada termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan
landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu.
b.
Selo Soemardjan dan Soelainan Soemardi,
menjelaskan bahwa adanya kekuasaan tergantung dari yang berkuasa dan yang
dikuasai.
c.
Ralf & Rendorf,
kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu dari pada milik struktur sosial.
d.
Soerjono Soekanto,
kekuasaan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
Studi Charles
McClelland (1981) menyebutkan bahwa kekuasaan adalah satu jenis kebutuhan (nPow)
yang dipelajari selama periode masa kecil dan dewasa seseorang. Kebutuhan akan
kekuasaan ini punya dampak berbeda pada cara orang berpikir dan berperilaku.
Umumnya, orang yang tinggi “nPow-nya” bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung bertindak, dan
bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok.
Dalam konteks
perilaku organisasi, Schermerhorn, J.R., Hunt, J.G., & Osborn,
R.N. (2002) mendefinisikan
kekuasaan sebagai “... kemampuan yang mampu membuat orang melakukan apa yang
kita ingin atau kemampuan untuk membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang
kita inginkan.” Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di
mana kepemimpinan merupakan mekanisme kunci dari kekuasaan guna memungkinkan
suatu hal terjadi.
Esensi
kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan
yang kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, di mana influence (pengaruh) adalah apa yang
kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang manajer membiakkan
kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai power position ataupun dari
personalitasnya sendiri yang disebut personal
power.
Kekuasaan
adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik
tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu
pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter
kekuasaan, menurut Fairholm (2009) adalah:
a.
Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar
tindakan acak;
b.
Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai
tujuan;
c.
Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka
situasi atau dideteksi kemunculannya;
d.
Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor
kebergantungan-ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan.
e.
Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak
selalu dimiliki;
f.
Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan
kekuasaan yang kita miliki;
g.
Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif
di suatu hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan; dan
h.
Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus
berbeda sebelum mereka bisa menggunakan kekuasaannya.
Comments