TUJUAN-TUJUAN ILMU PENGETAHUAN DAN PRAKSIS
1. Pergeseran
ke arah praksis
Dalam bab sebelumnya telah
disebutkan tentang tujuan ilmu pengetahuan. Dalam konteks historis/sejarah
telah terjadi pergeseran. Dari ilmu pengetahuan sebagai theoria/teori yang
hanya untuk pengetahuan saja, ke arah ilmu pengetahuan sebagai praksis/praktek
yang bermanfaat untuk kehdupan. Pergeseran yang terjadi tidak boleh ditafsirkan
secara mutlak karena dahulu juga terdapat hubungan yang erat dengan praksis. Pergeseran
ke arah praksis menyangkut sesuatu yang khusus, yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menjadi berguna bagi semua aspek sehari-hari.
Walaupun demikian, akan salah
apabila kita hanya menggunakan ilmu pengetahuan sebagai praksis saja. Karena,
ilmu pengetahuan yang murni pun juga sangat berguna bagi praksis. Ilmu
pengetahuan murni berguna bagi praksis, dan begitu juga sebaliknya. Hal ini
tidak hanya ada pada ilmu-ilmu positif saja tetapi juga pada tahap filsafat dan
etika.
2. Tujuan-tujuan
praksis
Praksis digunakan pada kebutuhan manusia
untuk mempertahankan hidupnya dan keinginan untuk meningkatkan
kemungkinan-kemungkinan yang disajikan hidup ini. Ditinjau dari segi historis
ada dua faktor yang sangat memperluas tujuan-tujuan “natural” ini. Pertama:
ternyata ilmu pengetahuan bisa berguna untuk praksis dan menambah
kemungkinan-kemungkinannya dengan cara tak terduga. Kedua: tradisi
Yunani-Kristiani yang minta perhatian untuk sesama yang menderita, untuk
manusia yang tidak berdaya dan juga tidak berhak atas bantuan, karena tidak
sanggup menyumbangkan sesuatu kepada masyarakat yang dapat menjadi dasar bagi
haknya.
Karitas Kristen sangat penting dalam
kebudayaan barat. Agama kristen memiliki perbedaan dengan mediko-etis
Hippokrates dimana Hippokrates dikenal sebagai perintis ilmu kedokteran Yunani
Kuno. Pandangan Hippokrates mempunyai mutu etis yang luhur dan sampai sekarang mempengaruhi
pemikiran dan tindakan medis. Pengaruhnya karena Hippokrates mencari sebab
kodrati bagi penyakit dan tidak lagi sebab-sebab adikodrati seperti murka para
dewa. Hippokrates juga mengganggap dokter berkewajiban mengutamakan kepentingan
penderita di atas segalanya. Sehingga penggabungan pendekatan ilmiah dan tanggung jawab etis yang menandai filsafat
Yunani dapat kita temukan pada Hippokrates.
Walaupun demikian, ada perbedaan
yang mendasar antara Hippokrates dengan ajaran Agama Kristen. Ketika ada pasien
yang mungkin tidak bisa disembuhkan lagi, Hippokrates tidak menghiraukan
perawatan dan pengobatan terhadap pasien tersebut. Hippokrates menganggap orang
tersebut tidak lagi memiliki keseimbangan jasmani dan rohani sebagai indikator
manusia yang ideal sehingga, dari segi etis tidak boleh membantu orang sakit
yang tidak bisa lagi diberikan kehormatan.
Berbeda dengan agama Kristen, agama
Kristen justru meminta perhatian untuk manusia-manusia yang kekurangan bahkan
jauh dari kata manusia ideal bahkan manusia yang sama sekali tidak berguna.
Harga setiap manusia di mata Tuhan adalah sama.
Karitas lahir dari kasih sayang
bukan dari pertimbangan efisiensi. Karitas bukan hanya untuk memerangi
penderitaan, seperti penyakit yang tidak bisa disembuhkan, cacat rohani atau
jasmani, kemiskinan dan ketidaktahuan. Tetapi juga untuk meringankan
penderitaan bahkan melepaskannya. Perlu diketahui, pada waktu itu anggapan
bahwa banyak penderitaan yang dapat dibasmi masih merupakan suatu utopi.
Pengamalan Karitas pada waktu itu,
merupakan titik awal perkembangan ilmu pengetahuan praksis.
3. Ketidakdewasaan
manusia
Awal mulanya, tingkat kedewasaan
manusia diukur dari hirarki-hirarki dan aturan-aturan tradisional. Manusia
dibedakan menjadi manusia yang memerintah dan diperintah, yang memimpin dan
dipimpin, yang berbicara dan diam dan mereka yang memerintah, yang berhak
bicara adalah manusia yang dewasa.
Kedewasaan manusia juga dapat kita
ukur dengan tolok ukur intern. Seorang manusia dewasa harus dapat berbicara
dengan pengetahuan matang tentang realitas, harus sanggup berbicara atas
namanya sendiri, artinya ia harus mengenal dirinya sendiri serta motif-motifnya
dan dengan demikian sungguh-sungguh bebas. Kalau dipandang demikian tidak ada
orang yang betul-betul dewasa, pun tidak mereka yang secara tradisional disebut
dewasa, termasuk juga elit di antara mereka.
Apabila diukur dengan tolok ukur
ini, zaman dulu pun ternyata tidak ada orang yang benar-benar dewasa. Para
pemikir pada jaman Yunani kuno lebih senang disebut sebagai ‘filsuf’ yaitu
orang yang mendambakan kebijaksanaan, daripada disebut sebagai ‘orang
bijaksana’. Namun, hal inilah yang membuktikan bahwa para filsuf Yunani
tersebut relatif dewasa.
Sedangkan ketidakdewasaan kita,
bukan hanya diukur dengan suatu cita-cita absolut tetapi diukur juga dengan
kemungkinan-kemungkinan di masa yang akan datang. Tujuan ilmu pengetahuan dan
praksis adalah agar manusia belajar mengenal serta menguasai dirinya sendiri,
dan memahami kenyataan dalam hidup, maka kita akan cukup memandang ilmu
pengetahuan untuk menginsafi betapa kurangnya kedewasaan kita dan banyaknya
kemungkinan lagi untuk menjadi lebih dewasa.
4. Etos
intrinsik dari teknologi
Dalam perspektif yang dilukiskan
tentang tujuan praksis sebagai keseluruhan tampak sebagai pelayanan manusia
kepada manusia, guna menciptakan bagi semua orang peluang seluas mungkin untuk
mengembangkan dirinya sendiri. Nyatalah kiranya bahwa hal yang sama merupakan
juga “etos” intrinsik dari teknologi. Menurut kodratnya sendiri teknologi
bertujuan membebaskan manusia dari urusan-urusan materialnya dan dalam hal ini
memang semakin berhasil. Dengan
menerapkan metode-metode teknologi, produksi dapat ditingkatkan terus, dan semakin
banyak pekerjaan yang dulu dikerjakan oleh manusia sekarang diambil alih oleh
mesin. Sehingga sekarang, dalam proses produksi, manusia lebih berperan sebagai
penguasa yang memiliki kreativitas untuk mengembangkan teknologi yang baru.
Manusia mengembangkan fungsi khas manusiawi untuk mengembangkan dirinya dengan
lebih baik.
Selama
ini manusia kurang belajar bagaimana hidup dengan teknologi. Manusia sering
diperbudak oleh teknologi. Sebabnya, manusia kurang mengenal kegunaan teknologi
dengan lebih baik, manusia belum siap untuk belajar hidup dalam
hubungan-hubungan yang baru, serta keterbelakangan refleksi filosofis dan etis
atas bentuk-bentuk baru di bidang ilmu pengetahuan dan praksis serta
implikasinya terhadap kehidupan.
Penggunaan
teknologi saat ini masih cukup kacau. Di satu tempat, teknologi berkembang
pesat yang menjadikan penduduknya makmur, tetapi di tempat lain, teknologi
masih sangat kurang sehingga penduduknya hidup di dalam kemiskinan. Si kaya
menggunakan teknologi untuk menunjukkan ‘kelas’nya. Sedangkan si miskin
menggunakan teknologi untuk mempertahankan hidupnya.
Manusia
akan menggunakan teknologi pertama-tama untuk membantu mereka yang masih
membutuhkan pertolongan. Tetapi sesudah itu manusia akan memakai teknologi dalam
suatu perspektif jauh lebih luas yang dibuka oleh perkembangan
kemungkinan-kemungkinan manusiawi, yaitu manusia akan mengejar suatu kedewasaan
dalam arti yang sebenarnya, suatu keadaan di mana ia telah menjadi manusia
seutuhnya.
5. Ilmu
pengetahuan sebagai tujuan
Praksis
dianggap sangat penting. Walaupun demikian, suatu kegiatan lmiah tidak
semata-mata hanya untuk praksis saja. Ilmu alam dan ilmu manusia memiliki
hubungan erat yang tidak bisa dipisahkan. Tugas terpenting ilmu alam adalah
bekerja sama dengan ilmu manusia agar manusia dapat memahami dirinya sendiri
seperti memahami struktur material, vital, serta psikis dan mampu menggunakan
struktur itu secara leluasa.
Ilmu pengetahuan bukan saja sarana
tetapi juga tujuan. Ilmu pengetahuan bukan hanya sarana untuk mencapai
perkembangan manusia yang lebih utuh tetapi ilmu pengetahuan sebagian hasil perkembangan
manusia itu. Ketika tugas ilmu pengetahuan sebagai sarana sudah selesai, maka,
ilmu pengetahuan tidak akan kehilangan nilainya.
Bagian
terpenting adalah, manusia tidak bisa dianggap sebagai sarana untuk mencapai
suatu tujuan. Manusia sekarang tidak bisa dianggap sebagai sarana untuk manusia
yang akan datang. Setiap manusia dan setiap generasi memiliki mata rantai
sejarah. Manusia dalam suatu generasi, harus mengembangkan diri sebaik mungkin
untuk masa depan. Sehingga, tugas generasi sekarang ini adalah untuk memajukan
ilmu pengetahuan dan memajukan visi yang tepat agar manusia jangan menjadi
budak teknologi yang diciptakannya.
Tata
susunan ilmiah-teknologi seharusnya digunakan untuk membantu manusia yang
membutuhkan agar manusia tersebut dapat berkembang seutuhnya. Perlu
digarisbawahi, tujuan ilmu pengetahuan adalah agar ilmu pengetahuan tersebut
berkembang seutuhnya, dengan bantuan kegiatan ilmiah yang membuat semuanya
menjadi mungkin. Sehingga, setiap aspek ilmu pengetahuan harus selalu kelihatan
dalam semua kegiatan ilmiah.
6. Pergeseran-pergeseran
dari keniscayaan ke kebebasan
Tujuan-tujuan
ilmu pengetahuan di satu pihak ditandai dengan sesuatu yang tidak terikat
dengan waktu, tapi di pihak lain memperlihatkan bermacam-macam pergeseran. Pada
mulanya kegiatan ilmiah nampak sebagai “luks/mewah”. “Luks” berarti kegiatan
ilmiah dapat dilakukan setelah kebutuhan-kebutuhan hidup telah terpenuhi dan terjamin,
dan “luks” karena kegiatan ilmiah tidak menyumbangkan sesuatupun kepada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu.
Kini kegiatan ilmiah mutlak perlu
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari untuk mencapai taraf yang
lebih tinggi, hal ini disebabkan karena pergeseran dalam kedudukan ilmu
pengetahuan.
Akan tetapi, ada juga beberapa
aspek, yang dulu merupakan keterampilan wajib untuk mempertahankan
kehidupannya, sekarang bergeser menjadi kebutuhan luks. Sebagai contoh, dulu,
kecakapan utama seperti berlari, melompat, melempar, dan berenang, serta
keterampilan seperti berburu, memancing ikan, naik perahu layar, menunggang
kuda, berkemah, api unggun, telah bergeser pada tahap luks sebagai rekreasi dan
olahraga. Contoh lain, pada pertukangan tradisional, seperti mengukir kayu,
membuat tembikar, dll telah bergeser juga dari tahap kegunaan ke tahap
kebebasan.
Fenomena yang terjadi, pada masa
abad pertengahan disebut artes liberales (seni-seni
yang dipraktekkan orang bebas) telah bergeser ke tahap artes serviles (seni-seni yang dipraktekkan budak).
Perkembangan yang terjadi memang
sangat menarik. Semua perkembangan yang terjadi menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan pada dasarnya membebaskan. Ilmu pengetahuan, pada dasarnya adalah
kreativitas yang selalu membawa wawasan-wawasan baru yang lebih baik lagi,
menimbulkan kegembiraan bagi mereka yang berkecimpung di dunia ilmiah.
Ilmu pengetahuan dijalankan bukan
hanya untuk kesenangan memperoleh pengetahuan saja ataupun untuk perkembangan
manusia, tetapi ilmu pengetahuan mengarah pada pembebasan manusia. Sehingga,
kegiatan ilmiah merupakan tanggung jawab primer manusia. Kegiatan ilmiah tidak
saja mengungkapkan kebebasan kita, tetapi juga untuk menghasilkan kebebasan
kita.
7. Konsekuensi-kosekuensi
untuk menentukan prioritas
Karena ilmu pengetahuan bukan hanya
sebagai sarana tetapi juga tujuan, dapat ditarik suatu kesimpulan penting
tentang hal menentukan prioritas. Yang kami maksudkan di sini bukan prioritas
di dalam wilayah ilmu pengetahuan-entah ilmu pengetahuan teoritis maupun
praktis-melainkan prioritas yang harus diberikan kepada kegiatan ilmiah pada
umumnya.
Kegiatan ilmiah merupakan prioritas,
karena kegiatan ilmiah menjadi suatu keperluan hidupnya. Walaupun kegiatan
ilmiah tidak hanya berguna, tetapi juga sangat mahal. Sehingga orang ingin
memanfaatkan dana yang tersedia seefisien mungkin. Kegiatan ilmiah tidak bisa
ditingkatkan ke tahap yang cukup, selalu bisa ditambah lagi dan berkembang
lagi. Sama seperti dengan pendidikan. Kegiatan ilmiah dan pendidikan merupakan
tujuan yang mutlak untuk mempraktekkan ilmu pengetahuan. Kegiatan ilmiah tidak
hanya melibatkan ilmuan aktif tetapi melibatkan semua orang, dan pendidikan
tidak boleh hanya diselenggarakan hanya untuk kepentingan ekonomis saja.
Teori dan praksis tampaknya
bertentangan karena kita melihat keduanya dari sudut pandang yang sempit.
Karena itu, refleksi antara teori dan praksis sangat penting, bukan saja untuk
memperoleh kepuasan intelektual dalam menghilangkan pertentangan-pertentangan,
tetapi juga untuk menentukan sikap yang tepat.
Apabila setiap orang memiliki visi bahwa praksis pada dasarnya merupakan
bantuan kepada manusia, maka pelayanan kepada manusia yang menderita akan tampak jelas, bukan hanya alasan
sentimental melainkan untuk mewujudkan tujuan ilmu pengetahuan.
Tujuan ilmu pengetahuan dan praksis
pada dasarnya sama. Akan tetapi memang ada jarak antara kemungkinan aktual ilmu
pengetahuan dan penderitaan yang harus dicari pemecahannya. Akan lebih sulit
apabila persoalan yang terjadi lebih bersifat struktural daripada konyungtural.
Ilmu pengetahuan menurut hakekatnya dan strukturnya sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat
abstrak dan terspesialisasi, sedang realitas beserta problem-problemnya
bersifat konkrit dan menerobos semua spesialisme.
Comments